• Redaksi
  • Advertorial
  • Pedoman Media Siber
  • Kode Etik
IDN Aceh One

Mega Menu

  • Home
  • News
    • News
    • Politik
    • Hukrim
    • Ekbis
    • Nasional
    • Olahraga
    • Dunia
  • Daerah
    • Aceh Utara
    • Aceh Timur
    • Bireuen
    • Banda Aceh
    • Pidie Jaya
    • Gayo Lues
    • Lhokseumawe
  • Pemerintah Aceh
    • DSI
    • Disdik
    • DRKA
    • Perindag
    • Budpar
  • Parlementaria
    • Parlementaria
  • Featured
    • Pariwara
    • Opini
    • Profil
  • Indeks
IDN Aceh One
Telusuri
Beranda Adventorial Kesehatan RSU Cut Meutia RSU Cut Meutia, Benteng Terakhir di Tengah Kepungan Banjir
Adventorial Kesehatan RSU Cut Meutia

RSU Cut Meutia, Benteng Terakhir di Tengah Kepungan Banjir

Redaksi
Redaksi
01 Des, 2025
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp

ACEH UTARA - Sabtu pagi, 29 November 2025, aroma tanah basah masih menggantung pekat di udara Aceh Utara. Di banyak sudut kecamatan, rumah-rumah tak lagi tampak sebagai tempat tinggal, melainkan pulau-pulau kecil yang dikelilingi air keruh setinggi pinggang orang dewasa. Namun di tengah kepungan bencana itu, satu institusi tetap berdiri tegak, berdenyut, dan menolak menyerah, Rumah Sakit Umum Cut Meutia (RSUCM).

Sejak Rabu, arus besar yang melumpuhkan jalur utama seolah ingin menegaskan bahwa akses kesehatan di Aceh Utara akan terputus. Tapi Direktur Utama RSUCM, dr. Syarifah Rohaya, Sp.M, justru melakukan hal sebaliknya. Ia turun langsung, menggerakkan mobilitas darurat, mengirim sopir dan staf untuk menjemput tenaga kesehatan satu per satu, meski sebagian harus diangkut dengan perahu darurat atau kendaraan tinggi, menembus banjir yang terus naik.

"Jika bisa kita tembus, kita tembus banjirnya untuk jemput perawat," katanya singkat namun penuh tekanan, seperti mengulang mantra yang dijadikan spirit seluruh barisan RSUCM tiga hari terakhir.

Jaga 24 Jam, Meski Tak Punya Jalan Pulang

Sebagian besar pegawai RSUCM terkepung air di rumah masing-masing. Tapi mereka yang berhasil tiba, terpaksa berjaga 24 jam penuh, tanpa kepastian waktu pulang. Ada yang datang tanpa membawa baju ganti. Ada yang hanya mengandalkan sandal jepit dan jas hujan tipis yang sebenarnya tak lagi mampu melawan tempias air.

Di Instalasi Gawat Darurat, denyut jaga tak pernah berhenti. Lampu-lampu ruang tindakan tetap menyala, meski listrik sering berkedip akibat suplai yang tak stabil. Pada malam tertentu, dua generator harus dinyalakan berselang-seling agar semua layanan krusial tetap hidup.

Ketahanan itu diuji lagi pada Kamis siang. Tim RSUCM yang mengantar jenazah ke Baktiya terpaksa terperangkap banjir saat perjalanan pulang. Mobil terendam, mesin mati, dan mereka baru tiba kembali di rumah sakit sekitar pukul 23.00 malam. Dengan pakaian yang masih basah, sebagian langsung kembali bertugas.

Direktur yang Ikut Bermalam

Dalam kondisi serba terbatas, obat yang menipis, air yang sulit dipasok, dan listrik yang tak pernah benar-benar stabil, dr. Syarifah memilih untuk tidur di rumah sakit. Malam itu, ia berkeliling dari IGD ke ruang rawat, memastikan makanan petugas cukup, memastikan pasien yang sudah rentan tidak semakin terancam.

"Ini bukan sekadar layanan kesehatan," ujarnya. "Ini soal memastikan rumah sakit tetap menjadi tempat terakhir yang bisa diandalkan warga."

Dan benar, itulah yang terjadi. Saat banyak wilayah Aceh Utara terputus dari dunia luar, RSUCM berdiri sebagai garis pertahanan terakhir. Penopang harapan bagi mereka yang sakit, cedera, atau tak punya tempat lain untuk meminta pertolongan.

Rumah Sakit yang Tidak Hanya Bertahan, Tetapi Melayani

Meski pelayanan tak bisa berjalan sempurna, RSUCM tetap membuka pintu bagi siapa pun yang membutuhkan. Bayi-bayi tetap lahir. Luka tetap dijahit. Pasien demam, asma, hingga hipertensi tetap ditangani. Tak ada yang dipulangkan tanpa penanganan awal, meski ruangan penuh dan peralatan terbatas.

Di tengah banjir yang mengisolasi warga, RSUCM menunjukkan bahwa ketangguhan bukan hanya tentang struktur bangunan, tetapi tentang orang-orang di dalamnya. Para perawat yang datang diantar perahu. Dokter-dokter yang memilih tidak pulang. Petugas kebersihan yang tetap bekerja meski air mengalir sampai selutut.

RSUCM bukan hanya rumah sakit. Di minggu-minggu penuh lumpur dan air yang menyergap itu, ia menjelma menjadi simbol keteguhan, keberanian, dan kemanusiaan.

Banjir akan surut. Air akan kembali ke sungai. Namun kisah ketangguhan tim RSUCM pada hari-hari krisis ini akan tetap melekat. Ia menjadi bukti bahwa di Aceh Utara, ada institusi yang memilih melayani ketimbang menyerah, berdiri ketimbang runtuh, menerobos banjir ketimbang menunggu keadaan membaik.

Dan pada akhirnya, di tengah bencana besar itu, RSU Cut Meutia tetap menjadi tempat paling terang, karena di dalamnya, ada orang-orang yang tidak pernah berhenti menyalakan harapan. [Adv]
Via Adventorial
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru
Redaksi
Redaksi Aceh One merupakan Portal berita online, dengan tagline #Independen & Profesional
Follow me on: Facebook

Anda mungkin menyukai postingan ini

Featured Post

Akabri 76 dan Akmil 2006 Peduli Bantu Korban Banjir Aceh

Redaksi- Sabtu, Desember 20, 2025 0
Akabri 76 dan Akmil 2006 Peduli Bantu Korban Banjir Aceh
ACEH UTARA — Ratusan korban banjir bandang di Kabupaten Aceh Utara menyampaikan terima kasih kepada Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) 76 dan Aka…
IDN Aceh One
Redaksi menerima kiriman opini. Panjang opini 500-600 kata dan dikirem ke : red.acehone@gmail.com
Copyright © 2021 - , Aceh One.
All right reserved
  • Redaksi
  • Siber
  • Iklan/Advertorial
  • Kode Etik
  • Donasi
  • Terms of Use